//Berwarna Gelap dan Bau Menyengat
//Banyak Dijual di Jalintim Bayung Lencir
//Berasal Dari Desa Bayat
SEKAYU, SRIPO--Pemandangan tidak biasanya terjadi di Jalan lintas timur (Jalintim) Palembang-Jambi, khususnya di Desa Simpang Bayat, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Pemandangan tidak biasa tersebut disebabkan karena adanya penjual minyak solar dengan harga murah bahkan berkisar Rp.2700 perliter dan paling mahal Rp. 3000 perliternya.
Dari pantuan dilapangan, lapak-lapak kios kecil penjual minyak banyak menjamur di Jalintim Muba, tepatnya terdapat di kecamatan Bayung Lencir Muba. Derijen-derijen penuh dengan minyak solar berwarna hitam pekat tersebut dengan mudah dijajahkan
oleh sejumlah pedagang tanpa mengenal resiko dalam menjual minyak yang kulaitasnya diragukan tersebut.
Tidak hanya itu saja, bau minyak solar dengan harga murah tersebut sangat menyengat sekali, ketimbang minyak solar yang dijual di Stasiun Pengisian Bahan Umum (SPBU) resmi. Bahkan warna dari minyak solar oplosan yang beroktane rendah ini cendrung lebih gelap dan lengket berbanding terbalik dengan minyak solar SPBU resmi yang warnanya lebih cerah dan baunya tidak menyengat.
Penjualan minyak solar dengan harga murah tersebut terdapat dibeberapa titik, khususnya di Simpang Bayat. Namun, ada juga kios-kios yang tidak memasang plang harga penjualan yang murah tersebut karena sebagian masyarakat sekitar yang biasa menggunakan minyak tersebut sudah biasa membeli jadi mereka sudah mengetahui. Sedangkan penjual yang memasang plang dengan harga murah tersebut diperuntukkan kepada mobil-mobil truck besar lintas provinsi dan pulau.
Penjual minyak solar dengan harga murah yakni, Siregar, mengatakan bahwa dirinya mendapatkan minyak tersebut dari daerah Bayat. Harga yang ia keluarkan untuk membeli minyak tersebut sebesar Rp.550 ribu untuk satu drum dengan isi sebanyak 210 liter, sedangkan ia menjual minyak tersebut dengan harga Rp.3.000 perliternya dan ada juga yang dijual satu derijen dengan harga Rp.30.000 ribu.
"Minyak ini beli di Bayat pak, disana ada tempat memasak minyaknya kita bisa beli disana dengan harga cukup murah. Biasanya saya mengambil minyak ini satu drum besar dengan isi 210 liter dengan harga Rp.550 ribu. Dan dijual lagi dengan harga Rp.3.000 perliter, dan Rp.30.000 ribu perderijen," kata Siregar, ketika dibincangi, Rabu (4/5).
Lanjutnya, minyak ini merupakan hasil dari masyarakat yang melakukan penggalian pada sumur tua peninggalan belanda. Minyak ini diolah dengan cara dibakar terlebih dahulu, dari sana bisa didapatkan minyak seperti solar, bensin, dan minyak tanah. Tentunya minyak-minyak yang dijual ini, kualitasnya sangat tidak bagus apabila digunakan secara berkala dan terus menerus dapat merusak mesin kendaraan.
"Banyak dek yang jual disini, pengelohannya ada di Desa Bayat karena disana tempat masak minyak tersebut yang diolah oleh masyarakat dari sumur-sumur tua peninggalan belanda. Nah, dari penggelohan disana akan didapat minyak seperti solar, bensin dan minyak tanah tetapi kualitasnya sangat jelek ketimbang minyak yang dijual di SPBU," ujarnya.
Ketika disinggung sudah berapa lama dirinya menggeluti profesi menjual minyak solar tersebut, ia menjawab baru seminggu terakhir. Sebelumnya dirinya membuka bengkel, dan menjual minyak ini untuk mencukupi kebutuhan anak-anak bengkel yang bekerja.
"Baru seminggu terakhir jual minyak ini, ya itung-itung buat beli rokok anak-anak bagunan dan bengkel yang jaga disini. Kalau tidak jual minyak keuntungan dari bengkel tidak cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.
Salah seorang warga Bayat yang enggan menyebutkan namanya menerangkan minyak hasil sulingan tersebut banyak digunakan truk-truk tronton alias truk berukuran besar. Menurutnya minyak biasanya dioplos dengan minyak solar yang dibeli dari SPBU, kemudian dicampur dengan minyak penyulingan.
"Biasanya mobil-mobil besar yang menggunakan minyak ini, tapi kalau truk ukuran kecil atau mobil kecil jangan coba-coba, karena bahaya untuk mesin. Selain itu, minyak ini biasa digunakan untuk genset dan mesin chainsaw, tetapi campurannya bisa dicampur oli dua tak selain itu harus setiap bulan dibersihkan kerak-keraknya," ungkapnya.
Bahkan dirinya juga memberikan tips dalam membedakkan solar oplosan baik di SPBU maupun eceran. "Solar sulingan atau oplosan lebih lengket baunya, agak hitam selain itu kalau kita pegang juga lengket beda dengan solar asli," jelasnya.
Ketika telusuri minyak-minyak sulingan tersebut di Desa Bayat, aroma minyak semerbak langsung memenuhi indra penciuman ketika memasuki Desa Bayat. Kebun-kebun karet yang dahulu kala rimbun dan tidak terjamah tampak menghintam tanahnya oleh tumpahan minyak yang sudah ditinggalkan pemiliknya karena tidak ada minyak lagi ditanah tersebut.
Tidak hanya itu saja mobil pick up banyak berlalu lalang yang dibelakangnya terdapat tangki-tangki berukuran besar yang menangkut minyak berwarna hitam. Dan ada juga mobil yang sudah dimodifikasi seperti Gran Max, dan APV yang kacanya sudah riben hitam pekat dan didalamnya ditaruh tangki untuk mengelabui petugas agar tidak diketahui padahal didalamnya terdapat minyak yang akan dikirim pada suatu daerah tertentu.
Masuk lebih dalam lagi tampak tempat pengelohan minyak ditutupi oleh seng berukuran tinggi, dan didepan tempat pengolahan terdapat mobil pick up dengan tangki dibelakangnya yang mengantri untuk mengangkut minyak.
Kendati banyak masyarakat yang menjual minyak penyulingan di Jalintim Palembang-Jambi. Ada juga masyarakat yang menjual minyak resmi dari Pertamina, bahkan terdapat kios minyak seperti Pertamini dan Pertamini elektrik layaknya SPBU.
"Ini SPBU elektrik dek, minyaknya dari pertamina. Dan ukurannya pas sama seperti di SPBU, kualitasnya juga sama dengan SPBU resmi," ujar Ari, salah penjual minyak Pertamini elektrik di Jalintim Palembang-Jambi, Rabu (4/5).
Sementara, Camat Bayung Lencir, Alamsyah Rianda mengatakan memang di sepanjang Jalintim sering banyak dijumpai penjual minyak eceran, penjual minyak eceran tersebut kebanyakan dari Pertamini yang merupakan SPBU kecil untuk melakukan pengisian minyak.
"Memang banyak penjual minyak eceran yang berada di sepanjang Jalintim, itu juga merupakan Pertamini," katanya.
Lanjutnya, mengenai adanya informasi masyarakat yang menjual minyak dengan harga murah berkisar Rp.3.000 sampai Rp.3.500 kita belum mendapatkan informasi tersebut. Karena saat ini pihak kita belum mendapatkan kabar tersebut, dan apabila ada tentunya akan kita kroscek dari mana asal minyak tersebut.
"Belum ada informasi mengenai adanya masyarakat yang menjual dengan harga murah di Jalintim, memang ada penjual minyak eceran tetapi harganya masih sama seperti di SPBU pada umumnya. Disini juga yang menjual minyak eceran tidak terlalu banyak, dikarenakan jarak SPBU lumayan dekat oleh karena itu pengendara lebih memilih memisi di SPBU dari pada di eceran," ungkapnya
Sedangkan disinggung mengenai dari mana sumber minyak itu, kemungkinan besar sumber minyak tersebut berasal dari industri minyak tradisional yang dimasak dengan cara dibakar.
"Saya juga tidak tahu dari mana hasil minyak tersebut, diduga minyak tersebut berasal dari daerah Bayat. Sedangkan untuk melakukan tindakkan untuk menertibkan minyak-minyak tersebut kita tidak bisa, karena kita hanya bisa menghimbau karena penjualan dengan harga dibawah rata-rata sudah menyalahi aturan," jelasnya. (cr13)
Dikirim melalui BlackBerry® dari 3 – Jaringan GSM-Mu
0 Response to " "
Post a Comment